Selasa, 19 Oktober 2010

Perlukah Menyeleksi Teman Anak?

Tekankan kepada anak mengapa penting untuk memiliki teman yang bisa memberi pengaruh positif.

Namanya teman, tentu ada yang berperangai baik ada juga yang buruk dan tak patut ditiru. Nah, agar anak-anak mengembangkan ketrampilan sosialnya tanpa meniru hal-hal yang buruk, beri anak bekal rambu dalam bermain.

Salah satu bagian dari memberi rambu-rambu itu, orangtua boleh membantu anak menyeleksi teman-temannya. Seleksi ini dimaksudkan untuk mengurangi sisi negatif yang mungkin timbul karena pengaruh teman-temannya. Selain itu juga agar anak mampu menjalin persahabatan yang sehat. Persahabatan yang sehat adalah persahabatan dimana anak-anak memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada anak yang mendominasi yang lain untuk membuat semua keputusan tentang aktivitas yang akan mereka jalankan. Mereka perlu berbagi dan berusaha untuk menyenangkan satu sama lain. Mereka juga perlu belajar memecahkan masalah mereka sendiri.

Berikut beberapa cara yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk membantu anak menemukan pertemanan yang sehat:

1. Menjaga keharmonisan dan saling menghormati di rumah.
Jika orangtua memperlakukan anak dengan baik, maka anak merasa telah dihargai dan dicintai oleh keluarganya. Kemungkinan besar keyakinan ini membantu anak memilih teman yang baik. Selain itu, jika hubungan orangtuanya baik, serta hubungan kekerabatan di antara saudara saling mendukung dan memerhatikan, anak telah melihat dan mengalami contoh positif tentang bagaimana orang dapat berhubungan baik. Kesan ini akan dibawa ke dalam hubungan persahabatan, termasuk terhadap teman-teman yang dipilihnya.

2. Berikan pengertian kepada anak bahwa teman mampu memengaruhi perilaku seseorang.
Tekankan kepada anak mengapa penting untuk memiliki teman yang bisa memberi pengaruh positif. Dengan demikian, anak pun dapat memilih teman yang baik. Jelaskan perilaku seperti apa yang dinilai positif menurut nilai dan norma yang dianut dalam keluarga dan masyarakat, yaitu tidak mencuri, jujur, tidak mengganggu orang lain, tidak merusak fasilitas umum, senantiasa menghormati guru dan orangtua, tidak mementingkan diri sendiri, tidak menyalahkan orang lain atas kesalahan sendiri, berpikir positif saat mengalami kesulitan, dan perilaku-perilaku terpuji lainnya.

3. Lakukan "inspeksi" mendadak.
Sesekali datanglah berkunjung ke sekolah ketika jam istirahat anak. Kemudian, amati dengan siapa saja anak bermain. Bila perlu lakukan kerja sama dengan pihak guru, agar bersama-sama melakukan pengamatan. Bila di sekolah ia berteman dengan anak yang berperilaku kurang baik, maka lakukan kerja sama dengan pihak sekolah agar anak yang berperilaku kurang baik tersebut mendapat lebih banyak perhatian dan pengarahan.

4. Terlibat dengan kegiatan anak.
Ketika anak melakukan aktivitas tertentu bersama teman-temannya, cobalah untuk melibatkan diri. Bukan terlibat aktif dalam kegiatan tersebut, tapi lebih berperan sebagai pengamat, siapa saja teman-teman anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut.

5. Menjalin hubungan dengan jaring sosial si anak.
Situs jejaring sosial seperti Facebook juga menyimpan dampak negatif, yakni anak bisa saja berteman di dunia maya dengan mereka yang memberi dampak buruk bagi perkembangan jiwa dan emosinya. Untuk mencegah dampaknya, boleh saja bergabung sebagai teman anak sehingga orangtua dapat memantau dan mengamati teman-teman anak serta aktivitas yang mereka lakukan.

6. Orangtua harus mampu bersikap tegas.
Bila anak memaksa tetap menjalin pertemanan dengan anak yang berperilaku tidak baik, berikan pengertian dan alasan mengapa Anda keberatan. Selain itu, perkuat relasi dengan anak agar pengaruh orangtua lebih dalam tertanam dalam dirinya.

Narasumber: Novian Triwidia Jaya, Life Coach dari Dynamic Brain, Jakarta

(Tabloid Nakita/Dedeh Kurniasih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar